SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
RI
pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Pengasih, kita panjatkan puji dan syukur atas izin, rahmat, dan
karunia-Nya, kita semua berkesempatan untuk merayakan Hari Pendidikan Nasional
ini.
Di Hari Pendidikan Nasional ini, atas nama pemerintah,
izinkan saya menyampaikan apresiasi pada semua pihak, pada semua pelaku
pendidikan di mana pun berada, yang telah mengambil peran aktif untuk
mencerdaskan saudara sebangsa. Untuk para pendidik di semua jenjang, yang telah
bekerja keras membangkitkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia
berkarakter mulia, yang mampu meraih cita-cita dan menjadi pembelajar sepanjang
hidup, terimalah salam hormat dan apresiasi dari kita semua.
Bapak, Ibu, dan Hadirin yang mulia,
Republik tercinta ini digagas
oleh anak-anak muda terdidik dan tercerahkan. Pendidikan telah membukakan mata
dan kesadaran mereka untuk membangun sebuah negeri Bhineka yang modern. Sebuah
negara yang berakar pada adat dan budaya bangsa nusantara, beralaskan semangat
gotong royong, tetapi tetap mengedepankan dan menumbuhkembangkan prinsip
kesejajaran dan kesatuan sebagai sebuah negara modern.
Pendidikan telah membukakan pintu wawasan, menyalakan cahaya
pengetahuan, dan menguatkan pilar ketahanan moral. Persinggungan dengan
pendidikanlah yang telah memungkinkan para perintis kemerdekaan untuk memiliki
gagasan besar yang melampaui zamannya. Gagasan dan perjuangan yang membuat
Indonesia dijadikan sebagai rujukan oleh bangsa-bangsa di Asia dan di Afrika.
Dunia terpesona pada Indonesia, tidak saja karena keindahan alamnya, atau
keramahan penduduknya, atau keagungan budayanya, tetapi juga karena deretan
orang-orang terdidiknya yang berani mengusung ide-ide terobosan dengan ditopang
pilar moral dan intelektual.
Indonesia adalah negeri penuh berkah. Di tanah ini,
setancapan ranting bisa tumbuh menjadi pohon yang rindang. Alam subur, laut
melimpah, apalagi bila melihat mineral, minyak, gas, hutan, dan semua deretan
kekayaan alam. Indonesia adalah wajah cerah khatulistiwa. Namun, kita semua harus
sadar bahwa aset terbesar Indonesia bukan tambang, bukan gas, bukan minyak,
bukan hutan, ataupun segala macam hasil bumi; aset terbesar bangsa ini adalah
manusia Indonesia. Tanggung jawab kita sekarang adalah mengembangkan kualitas
manusia Indonesia.
Manusia yang terdidik dan tercerahkan adalah kunci kemajuan
bangsa. Jangan sesekali kita mengikuti jalan berpikir kaum kolonial di masa
lalu. Fokus mereka, kaum kolonial itu, adalah pada kekayaan alam saja dan tanpa
peduli pada kualitas manusianya. Kaum kolonial memang datang untuk mengeruk dan
menyedot isi bumi Nusantara, menguras hasil bumi Nusantara. Karena itu, mereka
peduli dan tahu persis data kekayaan alam kita, tetapi mereka tidak pernah
peduli dengan kualitas manusia di Nusantara.
Kini kita sudah 70 tahun merdeka. Kemerdekaan itu bukan
hanya untuk menggulung kolonialisme, melainkan juga untuk menggelar
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai
kita hanya tahu tentang kekayaan alam, tetapi tidak tahu kualitas manusia di
negeri kita. Kita harus berkonsentrasi pada peningkatan dan pengembangan
kualitas manusia. Kita tidak boleh mengikuti jalan berpikir kaum kolonial yang
terfokus hanya pada kekayaan alam, tetapi--sekali lagi saya tegaskan-melupakan
soal kualitas manusia.
Mari kita jawab, tahukah kita berapa jumlah sekolah, jumlah
guru, jumlah siswa, jumlah perguruan tinggi di daerah kita? Tahukah kita berapa
banyak anak-anak di wilayah kita yang terpaksa putus sekolah? Tahukah kita
tentang kondisi guru-guru di sekolah yang mengajar anak-anak kita? Tahukah kita
tentang tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah dan guru untuk memajukan
sekolahnya?
Lebih jauh
lagi, berjuta jumlahnya putra-putri Indonesia yang kini telah berhasil meraih
kesejahteraan. Pada kita yang telah sejahtera itu, jelas terlihat bahwa
pendidikan adalah hulunya. Karena pendidikanlah, maka terbuka peluang untuk
hidup lebih baik. Pendidikan itu seperti tangga berjalan yang mengantarkan kita
meraih kesejahteraan yang jauh lebih baik. Pertanyaannya, sudahkah kita
menengok sejenak pada dunia pendidikan yang telah mengantarkan kita sampai pada
kesejahteraan yang lebih baik? Pernahkah kita mengunjungi sekolah kita dulu?
Pernahkah kita menyapa, bertanya kabar dan kondisi, serta berucap terima kasih
pada guru-guru yang mendidik kita dulu? Bagi kita yang kini berkiprah di luar
dunia pendidikan, mari kita luangkan perhatian. Mari ikut terlibat memajukan
pendidikan. Mari kita ikut iuran untuk membuat generasi anak-anak kita bisa
meraih yang jauh lebih baik dari yang berhasil diraih oleh generasi kita ini.
Dan, iuran paling mudah adalah kehadiran. Datangi sekolah, datangi guru,
datangi anak-anak pelajar, lalu terlibat untuk berbagi, untuk menginspirasi,
dan terlibat untuk ikut memajukan dunia pendidikan kita.
Bapak, Ibu, dan Hadirin yang berbahagia,
Wajah masa depan kita berada di ruang-ruang kelas, memang.
Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa tanggung jawab membentuk masa depan
itu hanya berada di pundak pendidik dan tenaga kependidikan di institusi
pendidikan. Secara konstitusional, mendidik adalah tanggung jawab negara.
Namun, secara moral, mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik.
Mengembangkan kualitas manusia Indonesia harus dikerjakan sebagai sebuah
gerakan bersama. Semua harus ikut peduli, bahu-membahu, saling sokong dan topang
untuk memajukan kualitas manusia Indonesia lewat pendidikan.
Oleh karena itu, Bapak, Ibu dan Hadirin sekalian, peringatan
Hari Pendidikan Nasional tahun ini kita mengambil tema ‘Pendidikan dan
Kebudayaan Sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter
Pancasila’.
Kata kunci dari tema tersebut adalah “Gerakan”. Pendidikan
harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif seluruh bangsa. Karena itu, pendidikan
tidak bisa dipandang sebagai sebuah program semata. Kita harus mengajak semua
elemen masyarakat untuk terlibat. Kita mendorong pendidikan menjadi gerakan
semesta, yaitu gerakan yang melibatkan seluruh elemen bangsa: masyarakat merasa
memiliki, pemerintah memfasilitasi, dunia bisnis peduli, dan ormas/LSM
mengorganisasi. Berbeda dengan sekadar “program” yang “perasaan memiliki atas
kegiatan” hanya terbatas pada para pelaksana program, sebuah “gerakan” justru
ingin menumbuhkan rasa memiliki pada semua kalangan. Mari kita ajak semua pihak
untuk merasa peduli, untuk merasa memiliki atas problematika pendidikan agar
semua bersedia menjadi bagian dari ikhtiar untuk menyelesaikan problematika
itu.
Gerakan pencerdasan dan
penumbuhan generasi berkarakter Pancasila adalah sebuah ikhtiar mengembalikan
kesadaran tentang pentingnya karakter Pancasila dalam pendidikan kita. Sudah
digariskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Itulah karakter Pancasila yang
menjadi tujuan Pendidikan Nasional kita.
Menumbuhkembangkan potensi anak didik seperti itu memerlukan
karakteristik pendidik dan suasana pendidikan yang tepat. Di sinilah Bapak, Ibu
dan Hadirin sekalian, peringatan Hari Pendidikan Nasional menjadi amat relevan
untuk mengingatkan kembali tentang karakteristik pendidik dan suasana
pendidikan. Peringatan Hari Pendidikan Nasional ini tidak bisa dilepaskan dari
sosok Ki Hadjar Dewantara, yang pada tanggal 2 Mei merupakan hari kelahiran
Bapak Pendidikan Indonesia itu.
Ki Hadjar Dewantara menyebut sekolah dengan istilah “Taman”.
Taman merupakan tempat belajar yang menyenangkan. Anak datang ke taman dengan
senang hati, berada di taman juga dengan senang hati, dan pada saat harus
meninggalkan taman, maka anak akan merasa berat hati. Pertanyaannya, sudahkah sekolah
kita menjadi seperti taman? Sudahkah sekolah kita mejadi tempat belajar yang
menyenangkan?
Sekolah menyenangkan memiliki berbagai karakter, di
antaranya adalah sekolah yang melibatkan semua komponennya, baik guru, orang
tua, siswa dalam proses belajarnya; sekolah yang pembelajarannya relevan dengan
kehidupan; sekolah yang pembelajarannya memiliki ragam pilihan dan tantangan,
di mana individu diberikan pilihan dan tantangan sesuai dengan tingkatannya;
sekolah yang pembelajarannya memberikan makna jangka panjang bagi peserta
didiknya.
Di hari Pendidikan Nasional ini, mari kita kembalikan
semangat dan konsep Ki Hadjar Dewantara bahwa sekolah harus menjadi tempat
belajar yang menyenangkan. Sebuah wahana belajar yang membuat para pendidik
merasakan mendidik sebagai sebuah kebahagiaan. Sebuah wahana belajar yang
membuat para peserta didik merasakan belajar sebagai sebuah kebahagiaan.
Pendidikan sebagai sebuah kegembiraan. Pendidikan yang menumbuh-kembangkan
potensi peserta didik agar menjadi insan berkarakter Pancasila.
Ikhtiar besar kita untuk pendidikan ini hanya akan bisa
terwujud apabila kita semua terus bekerja keras dan makin membuka lebar-lebar
partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pendidikan. Mulai hari ini,
kita harus mengubah perspektif bahwa pendidikan bukan hanya urusan kedinasan di
pemerintahan, melainkan juga urusan kita dan ikhtiar memajukan pendidikan
adalah juga tanggung jawab kita semua.
Mari kita teruskan kerja keras, kerja bersama ini. Semoga
Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa, selalu membimbing kita agar dapat meraih dan
melampaui cita-cita bangsa kita tercinta. Amin.
Selamat Hari Pendidikan Nasional, jayalah Indonesia!
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Anies Baswedan
Sumber: http://kemdikbud.go.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda!